Uang , Bank dan Kebijaksanaan Moneter
Uang merupakan segala sesuatu yang dapat diterima sebagai pertukaran  barang dan jasa, tetapi bukan merupakan objek, tetapi yang mewakili daya  beli dari suatu income.
Fungsi uang secara tradisional berfungsi sebagai alat pertukaran (medium of exchange), yang harus mempunyai syarat:
• Harus mudah distandardkan untuk memastikan nilainya;
• Harus dapat diterima secara luas;
• Harus mudah dibawa;
• Harus tidak mudah rusak (tahan lama);
• Seminimum mungking membawa penularan dan kontaminasi atas suatu  penyakit, sehingga penggunaan bahan uang menjadi faktor penting.
Fungsi uang sebagai alat ukur perekonomian (unit of account) sangat  penting dalam menentukan nilai dari suatu barang dan jasa, sehingga  dapat ditentukan harga barang dan jasa secara independen. Syaratnya  adalah:
• Mudah dibagi keunit yang lebih kecil tanpa mengurangi nilainya;
• Harus mempunyai nilai yang setara/equivalen;
• Mempunyai berat, ukuran yang spesifik.
Uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan yang sifatnya lebih liquid  dari pada aset lainnya. Syaratnya adala tahan lama, stabil dan sulit  dipalsukan/keasliannya mudah dikenali.
Evolusi sistem pembayaran diawali dengan penggunaan komoditas pertanian,  lalu beralih ke komoditas logam dan terakhir dengan electronic money.  Perubahan bentuk uang seiring dengan perubahan tingkah laku manusia.  Semakin mudah uang berfungsi sebagai alat pembayara, semakin mudah  masyarakat mengakses barang dan jasa dan semakin mengurangi diskriminasi  sosial.
Secara umum, jenis uang terdiri dari uang kertas dan uang logam (M0 = currency), namun kemudian berkembang menjadi:
• uang kertas dan logam serta uang giral (M1)
• sejenis uang tetapi tidak mempunyai fungsi sebagai alat pertukaran (M2,   misalnya tabungan atau deposito).
• Deposito jangka panjang (M3).
Agar fungsi uang dapat berlaku diseluruh Indonesia maka perlu diperhatikan ciri, rancangan dan pengamanan uang, yaitu:
• Aspek legal dan dapat diterima, seperti proteksi keaslian uang, nomor serial, mudah dikenali, mudah dibawa.
• Ciri uang: material, impresi, ukuran dan nilai pecahan (denominasi).
• Aspek nilai uang, seperti nilai pecahan, kelayakan nilai  dikaitkan dengan nilai barang dan jasa dan stabilitas nilai uang.
• Kemudahan menyimpan dan membawa: ukuran, bahan dan kenyamanan digunakan termasuk transaksi digital ATM.
• Umur uang (lifecycle): tidak mudah rusak, toleransi keusangan.
• Aspek pengamanan: tidak mudah ditiru atau dipalsu dan pengaturan pemusnahan uang yang sudah usang.
Jika pencetakan uang dengan denominasi terkecil saat sudah tidak ada  nilainya lagi maka perlu pertimbangkan untuk ditiadakan. Penambahan  jumlah uang kertas dan logam harus disesuaikan dengan kebutuhan uang itu  sendiri (money demand).Yang lebih penting adalah proporsi jumlah uang  yang dicetak untuk setiap denominasi, hal ini untuk menghindari inflasi.
Mengingat uang rupiah (uang kertas dan logam) adalah alat pembayaran  yang sah, maka untuk dapat melaksanakan kebijakan di bidang moneter  secara efektif, jumlah uang yang beredar harus dapat dikelola dengan  baik agar jumlahnya sesuai dengan kebutuhan perekonomian negara. Jumlah  uang beredar harus direncanakan berdasarkan perhitungan yang benar dan  tepat berdasarkan “program moneter” bank sentral. Oleh karena itu, tugas  pencetakan uang sebagai bagian pelaksanaan kebijakan moneter harus  direncanakan secara utuh dan terintegrasi. Dalam rangka tugas pokok BI  antara lain menjaga inflasi maka BI menggunakan instrumen pokok yaitu  suku bunga (harga mata uang). Kebijakan ekonomi ke depan selalu  dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, berdampak  jumlah uang yang harus disediakan. Dalam perencanaan BI memprediksi  pertumbuhan ekonomi dan inflasi guna menentukan jumlah uang tunai (yang  dicetak dan diedarkan). Salah satu yang juga diperhitungkan adalah  kebutuhan persediaan yang perlu ada, dan berapa yang harus dimusnahkan,  sehingga uang beredar dalam keadaan “segar”. Kemudian dibagi menurut  denominasi sesuai survey minat masyarakat dan permintaan bank-bank  kepada BI.
Pengaturan kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI dimaksudkan  untuk mempersempit peluang meluasnya currency substitution. Rambu-rambu  ini diperlukan mengingat dalam lokasi dan jumlah terbatas, currency  substitution belum menimbulkan permasalahan berarti bagi pelaksanaan  kebijakan moneter. Namun bila ketentuan ini tidak diatur dapat mendorong  meluasnya pemakaian valuta asing. Dari pengalaman berbagai negara, pada  saat inflasi tinggi, maak fenomena ini akan meluas dengan cepat, tidak  hanya tunai tetapi termasuk portofolio asset dan kewajiban perbankan  dalam valas, yang pada gilirannya dapat menyebabkan peningkatan yang  pesat atas frekuensi dan nominal shifting antara rupiah dan dollar yang  sukar diprediksi jumlah serta motifnya. Akibatnya nilai tukar menjadi  volatile sehingga mempersulit pencapaian nominal anchor kebijakan  moneter, khususnya penurunan laju inflasi. 
Bank Sentral dan Bank Umum
Bank Sentral berfungsi sebagai pengendali moneter (mengontrol uang  primer), melakukan pengaturan dan pengawasan perbankan serta melakukan  pengaturan sistem pembayaran, termasuk mencetak dan mengedarkan mata  uang.
Bank umum berperan sebagai mediator pengedaran uang dari bank sentral  kepada publik, menghasilkan jenis uang diluar currency, menciptakan uang  beredar melaui produk bank, menciptakan perubahan perilaku masyarakat  dalam memegang uang, dan menjadi lembaga intermediari untuk mendorong  peran uang dalam perekonomian.
Pemerintah berperan untuk menetapakan nama mata uang yang dipakai dalam  suatu negara, menetapkan mata uang sebagai alat pembayaran (legal  tender), memberikan jaminan hukum atas penggunaan mata uang yang sah.  Dalam jangka pendek pencetakan uang dapat menyebabkan suku bunga  perbankan turun, dan secara teori investasi dapat meningkat. Namun  demikin dalam jangka panjang, penambahan uang tersebut akan memicu  inflasi. Efek penciptaan uang yang tidak disinggung dalam RUU Mata Uang  adalah efek Seigniorage, yaitu selisih antara nilai uang (face value)  dengan biaya pencetakannya, yang mana biasanya nilai cetaknya lebih  kecil dari pda nilai uangnya sendiri, sehingga memberikan keuntungan  bagi yang mencetaknya (Bank Sentral).
Seigniorage oleh Bank Sentral (yang merupakan lembaga nirlaba)  dikembalikan kepada pemerintah yang juga merupakan institusi nirlaba,  sehingga akan dieliminir dengan penurunan pajak dan peningkatan belanja.
PENCIPTAAN UANG
PERUM PERURI atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia  adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk mencetak uang  rupiah (baik uang kertas maupun uang logam) bagi Republik Indonesia,  sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Selain mencetak  uang rupiah Republik Indonesia, juga mencetak produk sekuriti lainnya,  termasuk cetakan kertas berharga non uang dan logam non uang.
PERUM PERURI atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia  adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk mencetak uang  rupiah (baik uang kertas maupun uang logam) bagi Republik Indonesia,  sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Selain mencetak  uang rupiah Republik Indonesia, juga mencetak produk sekuriti lainnya,  termasuk cetakan kertas berharga non uang dan logam non uang.PERUM  PERURI didirikan pada tanggal 15 September 1971, dan merupakan gabungan  dari dua Perusahaan yaitu PN. Pertjetakan Kebajoran atau PN. PERKEBA,  dan PN. Artha Yasa. Pendirian ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah  Nomor : 60 tahun 1971, selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah  Nomor: 25 tahun 1982, kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor  34 tahun 2000 dan disempurnakan untuk terakhir kalinya melalui Peraturan  Pemerintah Nomor 32 tahun 2006.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2006 di atas, Perum  Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI) diberikan tugas dan  wewenang untuk mencetak lima produk unggulan, yakni uang Republik  Indonesia yang meliputi uang kertas dan uang logam, paspor RI, pita  cukai, meterai dan sertifikat tanah. Setiap produk yang dicetak oleh  Perum Peruri mempunyai ciri khusus yang mengutamakan segi-segi  pengamanan, mengingat dokumen tersebut merupakan dokumen negara yang  sangat vital. Oleh karena itu, Perum Peruri selalu memfokuskan  unsur-unsur sekuriti atau security feature pada setiap produk  cetakannya.
Kebijaksanaan Moneter 
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara  untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai  pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan  mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi  untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau  melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan  untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,  stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal  (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,  yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan  kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang  seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka  kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan  stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan  oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. 
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan  ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan  kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau  Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang  dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai  kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi  barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun  tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro  wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat  terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan  likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. 
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah  suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut  juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : 
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation), Operasi pasar terbuka  adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli  surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah  jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah.  Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah  akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga  pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari  Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga  Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate), Fasilitas diskonto adalah  pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank  sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang  sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang  bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta  sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar  berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio), Rasio cadangan  wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah  dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk  menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk  menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion), Himbauan moral adalah kebijakan  moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan  kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi  kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi  jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank  sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan  nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia. 
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah  kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada  inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia  menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran  utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut  sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan  nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem  keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan  nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan,  bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan  kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti  uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju  inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional,  pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan  instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang  baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan  cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank  Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter  berdasarkan Prinsip Syariah.
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah  memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa  contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup  efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar  relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open  market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah  dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan  internasional.
 
kawan, karena kita sudah mulai memasuki mata kuliah softskill akan lebih baik jika blog ini disisipkan link Universitas Gunadarma yaitu www.gunadarma.ac.id yang merupakan identitas kita sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma juga sebagai salah satu kriteria penilaian mata kuliah soft skill.. terima kasih :)
BalasHapus